Kamis, 04 Desember 2008

Waspadai Antrax pada Hewan Kurban

CILEGON – Guna menghindari terjadinya penularan penyakit antrax dan kuku, Dinas Koperasi dan Pertanian (Diskoptan) Cilegon bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Pertenakan (Distanak) Provinsi Banten, Rabu (3/11), menggelar pemeriksaan di sejumlah lapak-lapak penjualan hewan kurban di Kota Cilegon. Pemeriksaan dilakukan di 26 lapak penjualan hewan kurban, mulai dari Rumah Potong Hewan (RPH) di Kawasan Samandaran, hingga lapak-lapak penjualan hewan, seperti di Kawasan Cibeber.
Dari pantauan Radar Banten, pemeriksaan dilakukan dengan meneliti kebersihan kuku, tubuh, hingga air liur hewan kurban. “Selain itu, bentuk tubuh, jenis kelamin sampai usia hewan pun kita perhatikan. Sehingga, sebelum penyembelihan kondisi hewan benar-benar sudah steril dari pemeriksaan kesehatan,” ungkap Kepala UPTD RPH Diskoptan Cilegon Agus Riyadi.


Untuk hewan jenis domba, lanjutnya, usia minimal disembelih untuk kurban di atas satu tahun. Ini dapat diketahui dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap di hewan tersebut. Sedang untuk sapi usianya minimal di atas dua tahun.
Selain itu, jenis kelamin hewan harus jantan dan tidak kurus. Agus khawatir, banyaknya hewan kurban yang dijual di Cilegon yang merupakan hewan dari Bogor dan Purwakarta terjangkit penyakit Antrax. Sebab, kedua daerah tersebut merupakan endemi penularan penyakit antrax. “Salah satu ciri antrax yaitu dari kuku hewan terdapat borok, serta bisa dilihat dari air liur yang selalu menetes,” ucapnya.
Herman (35), salah satu pedagang hewan kurban di RPH Cilegon mengaku kambing-kambing dagangannya didatangkan dari Lampung, bukan dari Bogor ataupun Purwakarta. Dirinya menjamin bahwa kambing dagangannya bersih dan terawat. “Saya juga nggak akan jual mas, kalau kondisi hewannya tidak sehat. Yang ada bisa merugikan ketika dipotong menjadi kurban,” katanya.

PENJUALAN MENURUN
Sementara itu, sejumlah pedagang hewan kurban di Cilegon mengeluhkan menurunnya pendapatan mereka tahun ini. Kondisi ini dipicu kian banyak bermunculannya lapak-lapak baru dengan menawarkan harga bersaing bagi penjualan hewan kurban. Selain itu, tingginya harga hewan kurban saat ini juga diduga menjadi alasan lain sepinya penjualan.
Dikatakan Romlan, pedagang hewan kurban di Kawasan Temu Putih, harga kambing jawa ukuran sedang yang tahun lalu dijual seharga kurang lebih Rp 1 juta, kini harganya di atas Rp 1,5 juta. Sedangkan harga domba yang tahun lalu hanya berkisar di bawah Rp 1 juta untuk ukuran sedang, kini juga ikut-ikutan naik.
Tak hanya itu, harga sapi atau kerbau yang tahun lalu berkisar Rp 6,5 juta per ekor kini harganya telah mencapai Rp 7 hingga Rp 8 juta.
Tingginya harga hewan kurban ini diakui Romlan membuat omzet menurun, dibandingkan tahun lalu. Hingga kini ia mengaku baru mampu menjual 20 ekor kambing dan 5 ekor sapi. “Umumnya kambing dan domba dari peternaknya naik kisaran Rp 300 ribu per ekor. Kalau sapi dan kerbau naiknya sekitar Rp 1 juta. Enggak tahu harganya jadi melonjak kayak gini, jadinya sepi pembeli. Padahal tahun lalu, sepekan sebelum Idul Adha biasanya sudah ramai pembeli. Selain harga hewan yang mahal, sepinya omset kita juga karena banyak bermunculan lapak-lapak baru,” paparnya tanpa menyebutkan secara rinci berapa omset yang telah diperolehnya, Rabu (3/12).
Romlan menegaskan, hewan ternak tersebut dibelinya dari beberapa kawasan. Untuk kambing jawa dan sapi misalnya dibelinya dari Lampung. Sedangkan domba dari beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Tasikmalaya, Cianjur, dan Bogor. Alasannya, kawasan tersebut merupakan penghasil hewan ternak untuk Idul Adha. Selain itu kualitas hewan ternaknya pun terjamin. “Sekarang yang banyak datang ke lapak bukan mau beli, tapi cuma nanya, alasan mereka kemahalan,” tandasnya.
Sementara itu, Indra warga BBS mengeluhkan tingginya harga hewan kurban saat ini. Padahal, katanya, dengan banyaknya lapak mestinya harga bisa lebih bersaing dengan memberikan harga murah. “Tapi tetap saja mahal harganya, saya tanya kambing rata-rata di atas Rp 1 juta,” tandasnya.

Disqus Comments
1113px